Khutbah Jumat - Taubat Merupakan Ciri Khusus Orang Yang Beriman

Artinya : 
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19). Apabila ia ditimpa kesusahan ¡a berkeluh kesah (20), dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21), kecuali orang-orang yang mengerjakan shakit (22)”. (Al-Maarif 19—22). 

Salah satu hasil ibadah puasa Ramadhan yang dapat kita petik adalah makin dalamnya kita mampu membedah diri, sehingga kita mengetahui bahwa kita ini lemah, tetapi juga sekaligus kita kuat. Kita lemah kalau tidak menyandang niat, dan tidak mendasarkan amal perbuatan kita dengan iman. Dan kita akan mempunyai kekuatan yang dahsyat kalau kita menyematkan iman dan fiat dalam din kita. 

Oleh karena itu setelah kita ditempa agama, mengerjakan puasa, agar bersikap lemah lembut, dan menatap kehidupan dunia ini, dengan mata yang jernih dan penuh harapan. Jangan seperti burung gagak yang melihat dunia ini serba hitam, karena memang dirinya hitam. Kata Nabi bahwa iblis-iblis dibelenggu di bulan Ramadhan ini, dalam artian sifat-sifat keiblisan harus kita hindari. 

Iblis tidak hanya berani melanggar perintah Allah, tetapi justru berani menggugat kebijaksanaan Allah, ketika dia dilaknat karena perbuatannya yang ingkar bersujud menghormati Nabi Adam, dengan suara lantang dia menjawab, Engkau juga yang salah ya Tuhan, Engkau ciptakan aku dan api, Engkau ciptakan Adam dan tanah, bagaimana mungkin api harus bersujud kepada tanah. 

Karena kesombongan itulah iblis dikeluarkan dan syurga. Ketika iblis terusir keluar dan syurga, iblispun bersumpah, “Saya tidak akan tinggal diam ya Tuhan, akan kusengsarakan keturunan Adam. Gagal dan depan, kutikam dan belakang. Tidak berhasil dan kanan akan kutelikung dari kiri. Kata Imam Hasan bin Shalah, bahwa iblis membuka 77 kebajikan yang muaranya hanya kepada satu pintu, yaitu pintu keburukan. 

Berbeda dengan orang beriman, Nabi Adam dan keluarganya, begitu terpeleset melakukan maksiat karena tergoda oleh rayuan iblis, diapun diusir keluar dari syurga oleh Allah. Tetapi Nabi Adam mengaku terus terang kesalahannya sambil menundukkan kepala dan meneteskan air mata, dengan ungkapan “Ya Tuhan, kami memang berdosa, kami telah menganiaya diri kami sendiri, bukan karena siapa siapa, itu kesalahan kami semata, maka seandainya Engkau tidak mengampuni kami, merahmati kami dan mengasihani kami, sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi”. 

Sangat jauh perbedaan antara yang beniman, yang memiliki sifat insani, dibandingkan dengan yang mempunyai sifat keiblisan. Yang beriman ketika bersalah dia pertanggungiawabkan sendiri kesalahan itu, tetapi yang bersifat iblis ketika senang mereka ambil sendiri kesenangan itu, giliran salah mereka 

kambing hitamkan anak buah. Oleh karena itu mari kita sosialisasikan hikmah ibadah puasa Ramadhan dalam kehidupan, supaya kita bisa berhubungan dengan alam, dengan sesama manusia, di samping berhubungan dengan Allah yang serasi dan harmonis. Jangan terlalu gampang mencani kambing hitam, menyalahkan orang lain untuk kesalahan din sendiri. 

Suatu ketika di zaman Khalifah Al-Mahdi, seorang Khathib naik mimbar, dan pada kesempatan itu Khalifah Al Mahdi ikut hadir dalam shalat Jum’at. Khatib yang memang bertentangan dengan Khalifah, langsung menuding-nuding Khalifah dalam khutbahnya, dia beberkan semua kesalahan dan keburukannya. Khalifah merah padam mukanya. Sepulang kembali keistananya Khalifah langsung memerintahkan agar Khathib menghadap. Begitu sudah berhadap-hadapan, Khalifah bertanya, maaf tuan Khathib, saya ingin mendapatkan jawaban sejujurnya, siapakah yang lebih baik tuan atau Nabi Musa dan Nabi Harun. 

Ditodong pertanyaan begitu, Khathib menjawab, tentu saja Nabi Musa dan Nabi Harun lebih baik dan saya, sebab mereka utusan Tuhan. Khalifah kembali bertanya, lebih buruk mana, saya atau kah Raja Fir’aun. Khathib kembali menjawab, seburuk-buruk than Khalifah masih buruk Raja Fir’aun, sebab Raja Fir’aun mengaku Tuhan. Maaf tuan Khathib, bukankah di dalam Al-Qur’an Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Nabi Harun : 


Artinya: 
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah ¡embut, mudah mudahan dia ingat atau takut”. (Thaha 43—44). 

Maaf tuan Khathib, saya tidak lebih buruk dan Fir’aun, dan tuan Khathib tidak lebih baik dari Nabi Musa dan Nabi Harun, akan tetapi Nabi Musa dan Nabi Harun diperintah oleh Allah berkata Iemah lembut kepada Fir’aun, kenapa tuan Khathib begitu kasar, menyinggung perasaan dan menuding-nuding serta membeberkan semua kesalahan dan keburukan saya di depan rakyat saya yang belum tentu saya lakukan. Apakah tuan lebih balk dan Musa dan Harun, dan saya lebih buruk dari Fir’aun. Sang Khathjb tertunduk diam merasa bersalah. 

Inilah sebetulnya yang harus kita tanamican dan kita terapkan dalam kehidupan beragama. Kadang kadang ibadah hanya kita lihat ritualnya saja. Shalat misalnya, hanya pada rukuk dan sujudnya, menjadi pekerjaan rutin, tidak kepada dampalcnya atau pengaruhnya dalam pembjnaan akhlak yang harus mampu mencegah kita dari keburukan dan kemungkara “Tanha ‘anil Fakhsya’ wal Munkar”. 

Demikian juga ibadah haji, hanya kita besar-besarkan ibadah hajinya, kalau haji dapat syurga, dan kalau tidak haji sampai mati silahkan pilih mati Yahudi atau Nasrani atau Majusi, itu saja. Tetapi tidak pada apa yang hendak dicapai untuk pembinaan umat melalui ibadah haji. 

Padahal kalau kita telusuri, ibadah haji itu akan meningkatkan etos kerja umat. Sebab syarat haji adalah mampu. Ada kaidah ushul fiqh, bahwa jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan yang dituju. Karena ibadah haji itu wajib, dan mampu adalah salah satu syarat ibadah haji, maka jalan menuju mampu itu hukumnya wajib. Berarti bekenja keras dan menabung hukumnya wajib.

Khutbah Jumat - Taubat Merupakan Ciri Khusus Orang Yang Beriman

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Khutbah Jumat - Taubat Merupakan Ciri Khusus Orang Yang Beriman