Artinya:
“Padahal merek.a tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta ‘atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”. (Al-Bayyinah 5).
Sidang Jum’at yang berbahagia
Dalam hidup dan kehidupan ini ada dua hal yang harus dipahami, yaitu tujuan dan tugas pokok hidup. Tujuan hidup adalah mohon ridha Allah baik di dunia maupun di akhirat. . Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Bayyinah di atas.
Tugas pokok hidup adalah berbuat. Baik Al-Qur’an maupun Al-Hadis mengharuskan agar kita berupaya, dan menghiasi hidup ini dengan perjuangan, sebab pada dasarnya setiap muslim adalah pejuang, baik untuk diri, keluarga, masyarakat maupun untuk bangsanya.
Perjuangan hidup itu segala sesuatu yang kita upayakan di dunia yang akan berakibat di akhirat kelak. Allah berfirman :
Artinya
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasanya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niĆĄcaya dia akan melihat balasannya pula “ (Al-Zalzalah 7 - 8).
Upaya dalam hidup dan kehidupan, kwalitas dan kwantitasnya adalah untuk orang banyak dengan azas manfaat dan kebersamaan serta memakan waktu yang lama. Ali bin Abi Thalib bersabda :
Artinya :
“Berbuatlah (bekerjalah) untuk (urusan-urusan) duniamu, seakan-akan engkau akan hidup selama lamanya, dan berbuatlah (beramal-lah) untuk (urusan uruan) ukhrawi (akhirat-mu) seakan-akan engkau akan mati esok”. (HR. Ibnu ‘Asaakir).
Yang menyinari prilaku perbuatan adalah, pertama, ruang lingkup perbuatan (termasUk ucapan) harus benar. Benar itu datangnya dan Allah. Sebagaimafla firman-Nya.
Artinya :
“Kebenaran itu adalah dan Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al Baqarah 147).
Kedua, bersifat baik dan membuahkan kebaikan. Ketiga bersifat manfaat, dan keempat memohon ridha Allah. Keempat kriteria ini akan menentukan nilai ibadah dalam setiap perbuatan.
Dalam kita berupaya kadang-kadang tidak menghasilkan sesuai dengan yang kita rencanakan. Allah mengingatkan :
Artinya:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dan arah yang tiada disangka-sangkanya”. (A th-Thalaq 2-3).
Takwa merupakan kwalitas dalam berkehidupan. Maka takwa adalah puncak rasa keimanan. Kalau iman itu diartikan yakin, maka itu baru sikap batin. Dan sikap batin mernpunyai konsekwensi yakni patuh dan taat melaksanakan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Tentang iman, para ulama mendefinisikan :
A.rtinya:
“Iman itu adalah dicetuskan dalam hati, diikrarkan melalui lisan dan diamalkan dalam bentuk perbuatan”. (Al Hadis).
Sesuai dengan hadis tersebut baliwa orang beriman adalah hati, ucapan dan prilakuflYa sama. Oleh karena itu konsekwensi dari hati, sampai pada lidah dan prilaku adalah merupakan suatu keutuhan dan kebulatan keimanan.
Agama tidak hanya sekedar teori dan sikap tetapi juga prilaku. Ketika Rasulullah ditanya oleh nomaden dan orang badui tentang agama, beliau menjawab “A gama itu adalah apabila engkau sudah dapat berbuat balk kepada siapa saja, kapan sala dan dimana sala”.
Dapat disimpulkan bahwa orang yang beniman tidak pernah terpengaruh oleh perubahan situasi dan kondisi, sebab hati, ucapan dan perilakunya sudah berakar dalam keimanan. Inilah iman dalam arti takwa, yakni iman yang wuiud dalam bentuk konsekwensi prilaku.
Orang yang beriman (mukmin) belum tentu bertakwa, tetapi orang yang bertakwa (muttaqin) sudah jelas beriman.
Sebab, muttaqin sudah mampu menunjukkan pelaksanaan perintah dan penghindaran larangan Allah. Takwa inilah jenjang tertinggi puncak, keimanan seseorang. Iman itu ternnyata bervariasi. Rasulullah menjelaskan dalam hadisnya :
Artinya:
“Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambahnya iman itu dengan tha’at (melaksanakan perintah Allah), dan berkurangnya iman ¡tu dengan ma ‘siat (tidak menghindarkan diri dan larangan Allah)”.
Sudah banyak perintah yang kita patuhi, tetapi masih sulit menjauhi larangan. Sebab di sekitar kita ada iblis yang selalu mempengaruhi bati, ucapan dan prilaku kita agar kita berbuat ma’siat.
Ketakwaan akan mendatangkan ridha, cinta dan kasih sayang Allah, sehingga Allah akan membukakan jalan keluar segala kesulitan dalam kehidupan. Ingatlah bahwa setiap orang pasti menghadapi problema kehidupan. Penyebab yang sama tidak selalu berakibat yang sama, sebab di dalamnya ada ke-Kuasaan Allah. Oleh karena itu jika upaya kita tidak menghasilkan sesuai dengan perencanaan, maka jangan berputus asa, tetapi hendaknya tetap bersyukur kepada Allah. Sebab berputus asa itu dibenci oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya :
Artinya:
“Jangan kamu berputus asa dan rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berpu tus asa dan rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir “. (Yusuf 87).
Dengan demikian, sifat dan sikap optimisme merupakan ajaran dan anjuran dalam agama. Setelah berikhtiar kita pasrah (tawakkal) kepada Allah. Pasrah itu bukan menyerah, tetapi sabar, dan sabar itu menguatkan mental, membangkitkan optimis dan gairah hidup akan pudar karena kegagalan.
Sumber : Khutbah Jum’at pada tanggal 26 Nopember 1993 di Kantor Pusat BRI.