Khutbah Jumat - Berbuat Untuk Allah | Ada tiga nikmat yang selalu kita rasakan, pertarna adalah nikmat iman, yakni kondisi batiniah yang menjadikan teguh menghadapi berbagai persoalan, sebab kita yakin baik atau buruk sebagai hasil kerja kita adalah ketentuan Allah .
Kedua adalah nikmat Islam, yakni paket ajaran yang lengkap untuk menuntun hidup manusia agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga adalah nikrnat sehat, kondisi yang menjadikan kita mampu mewujudkan dan mensosialisasikan iman dan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Artinya:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dan apa yang telah mere ka kerjakan “. (An-Nahl 97).
Syukurilah nikmat yang ada, sebab syukur merupakan salah satu cara untuk mencapai derajat taqwa. Syukur yang diinaksud adalah syukur yang dibarengi dengan peningkatan etos kerja dengan motivasi agama.
Hidup di dunia ini bagaikan permainan wayang di atas panggung. Begitu hebat tingkah laku manusia dengan hidup yang dikaruniakan Allah kepadanya, namun ketika daya hidup terputus, manusia akan menjadi sesosok bangkai yang tiada harganya.
Oleh karena itu marilah kita renungkan, sudahkah seimbang syukur kita dengan nikmat Allah yang telah dianugerahkañ kepada kita.
Menurut para ulama, sikap syukur itu tercermin dalam tiga perilaku. Pertama, sikap syukur dengan lisan. Yakni selalu ingat kepada Allah dengan ucapan “Al-hamdulillah”. Apapun yang kita terima, kita ucapkan hamdalah, karena itulah yang terbaik yang Allah berikan kepada kita. Baik sebagai karyawan, pengusaha, penguasa, pejabat maupun rakyat jelata, hendaklah tetap mensyukurinya. Ingatlah peringatan Allah dalam Al-Qur’an.
Artinya:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih “. (Ibrahim 7).
Syukurilah posisi yang saat ini kita tempati, jangan melihat di atas kita tetapi lihatlah yang di bawah kita. Masih banyak orang yang taraf hidupnya di bawah kita, bahkan boleh dikatakan tidak akan tersentuh kemiskinan meskipun kita masih menggapai kekayaan yang berlebih dan hidup di antara keduanya adalah lebth baik,seperti kata penyair “Khairun ausatuha”.
Dan lidah yang selalu mengucap “Al-hamdulillah” maka akan tercermin wajah yang berseri.
Kedua, bersyukur dengan hati (qalbun). Dengan syukur hati, maka akan tercermin sikap semakin taat dan dekat kepada Allah. Dan ketiga, bersyukur dengan amal perbuatan. Syukur dalam bentuk perbuatan adalah meningkatkan prestasi amal perbuatan atau amal saleh.
Tunjukkan potensi din yang kita miliki, sebab Allah sangat memperhatikan mereka yang beramal dan berprestasi.
Rasulullah dalam hadisnya mengingatkan: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa (wajah) dan harta kita, tetapi Allah melihat hati dan amal perbuatan kita”. (Hadis Riwa
yat Ibnu Majjah).
Dengan demikian bahwa penilaian Allah bukan atas dasar kegagahan dan kekayaan, akan tetapi penilaian Allah di dasarkan atas hati nurani dan prestasi amal perbuatannya.
Rasulullah juga memberikan penjelasan tentang hati dalam sabdanya: “Di dalam tubuh setiap manusia terdapat segumpal darah, manakala gumpalan darah itu baik, maka seluruh amal perbuatan akan baik, dan apabila gumpalan darah itu rusak, maka rusaklah seluruh amal perbuatan. Gumpalan darah itu adalah hati nurani”.
Seorang penulls mengatakan: “Sesulit-sulit problem di muka bumi ini adalah problem hati nurani”.
Kalau motivasi perbuatan kita ibadah dan ingin berbakti kepada Allah, maka akan mudah berprestasi. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahi ayat 97 di atas.
Bahwa Allah menjanjikan kehidupan yang baik dan barakah dalam istilah Al-Qur’an “Hayatan Thayyibah” kepada siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, tidak memandang miskin atau kaya, tidak membedakan derajat dan pangkat, yang beramal dan berprestasi serta tetap dalam keimanan kepada Allah SWT.
Sebagian ulama mengartikan “Hayatan Thayyibah” dengan arti kehidupan yang tenang, berserijauh dan kemiskinan, banyak teman yang mendoakannya karena pandainya bersyukur kepada Allah, dan di akhirat kelak mendapatkan nikmat kebahagiaan.
Apalagi yang kita cari, kalau bukan kebahagiaan hidup, baik di dunia fana ini maupun di akhirat kelak. Ingatlah bahwa suatu permainan akan ada akhirnya, demikian juga dengan kita hidup di dunia ini yang pada akhirnya nanti juga akan berakhir. Oleh karena itu sebelum berakhir marilah kita isi hidup dan kehidupan ini dengan senantiasa bersyukur dan taat serta takut kepada Allah SWT. Sehingga hid up dan keliidupan ini selalu diwarnai dengan mawas diri, bukan saling curiga. Tidak berburuk sangka “Su-uddhan” atas keberhasilan orang lain, bahwa keber hasilan yang dicapai itu hasil dan penyimpangan dan kesalahan, Kalau memang salah, Islam mengajarkan dengan cara mengingatkannya bahwa dia bersalah.
Syukurilah nikmat dengan menumbuhkan etos kerja sesuai dengan keahlian kita, dan kalau kita pemimpin, ingatlah peningatan Allah melalui hadis Nabi: “Jika engkau se rahkan esuatu kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya”.
Sebelum disiplin ilmu menejemen berkembang Allah telah mencetuskan ilmu menejemen lewat Rasul pilihan Nya.
Ini tuntutan agar kita bekerja profesional, oleh kanena itu perlu peningkatan ketrampilan sebagai wujud iman dan taqwa.