Shalat Bagi Orang Yang Sakit | Didalam Kitab Matan Safinatun Najah bahwa seseorang udzur tidak malakukan shalat dan diampuni karenanya ialah orang yang ketiduran atau terlanjur tidur sebelum masuknya waktu shaIat, dan orang yang kelupaan, tidak sengaja lupa, tapi betul-betul kelupaan. Dua macam ini tetap mengqodho’ shalat dalam waktu manapun selain pada waktu-waktu yang diharamkan shalat.
Maksudnya bahwa selain dua udzur itu seseorang tetap di putusi berkewajihan melakukan shalat walaupun ketiduran. Orang yang sakit semacam ini ada tata caranya sendiri ketika ía mengerjakan shalat maktubah.
Tata cara Shalat Bagi Orang Yang Sakit
1. Apabila si sakit tidak bisa berdiri cukup ia shalat dengan duduk menghadap ke arah kiblat. tangan di-sedakep-kan dan arah pandangan mata tetap kebawah pada tempat sujud, sebagaimana gambar disamping.
2. Apabila ia ruku’ cukup mencondongkan tubuhnya ke depan sedikit kira-kira 50 derajat sebagaimana gambar di samping.
3. Posisi sujud sebagaimana adanya sujud orarig-orang sehat ialah kening menempel pada tempat shalat, kedua telapak tangan. jemari kaki dan kedua lutut.
Apabila Mushalli yang sakit tidak bisa mengerjakan dengan bentuk demikian, dia boleh mengerjakan shalat dengan tidur, baik tidur menghadap keatas atau menghadap kesamping, selagi posisi posisi itu tidak menambah semakin parahnya yang diderita. Arah wajah usahakan menghadap ke kiblat, Iebih tinggi dari posisi badan dan kaki, kemudian kedua tangan kalau mampu tetap di-sedakep-kan. apabila ia ruku’ dan sujud atau ketika melakukan rukun-rukun shalat yang fi’ly dengan isyarah kedipan mata saja, dan apabila mata tidak mampu berkedip karena sakit, cukup dengan isyarah mata, membayangkan bahwa ia seperti ruku’, sujud atau rukun-rukun yang lain.
Bila kebetulan si sakit kesulitan mengarahkan wajah ke qiblat, tidak bisa berpaling atau menggerakkan anggota sedikitpun karena terlalu sakitnya. cukup semua itu dengan isyarah batin sebagaimana diatas. Namun mulutnya masih mampu bergerak, gerakanlah doa-doa setiap sujud atau yang lain dan usahakan telinga sendiiri mendengar selagi ía tidak tuli. Apalagi mulutnya sakit digerakkan dan tidak bisa berkata, juga cukup dengai isyarah batin, ialah batinnya yang berkata dan berdoa, sementara hati dan batin itu sendiri yang penting arahannya hanya satu berihadah kepada Allah SWT.
Semua itu dikerjakan selagì akal dan jiwanya masih utuh, tidak condong atau gila.