Khutbah Jumat Misi Hidup Manusia

Khutbah Jumat Misi Hidup Manusia

Oleh : H. Sugeng Supriadi 










Artinya: 
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang orang sebelummu, agar kamu bert akwa”. (Al-Baqarah 21). 

Banyak orang yang kehilangan arah tujuan hidup karena mereka tidak mengetahui apa tujuan hidup mereka yang sebenarnya. Sehingga mereka menjumpai apa yang sebenarnya tidak mereka sukai dan memang bukan tujuan yang mereka inginkan. 

Sebagai umat yang taat kepada Allah harus menyadari akan misi hidup kita di dunia ini. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ad-Dzaariyaat ayat 56 yaitu: 


Artinya: 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaink an supaya mereka menyembah-Ku”. 

Menyembah mempunyai konotasi ritus yaltu acara upacara ritual penyembahan yang terkenal dengan ibadah. 

Ibadah sebenarnya tidak hanya sekedar ritus, tetapi Iebih luas dan itu sebab ibadah masih dalam satu akar kata dengan mengabdi. Disinilah kata mengabdi bisa menjabark an apa yang terkandung di dalam kata ibadah. 

Syeh Muhammad Abduh mendefinisikan ibadah itu ialah segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik ucapan maupun perbuatan, yang batin (tidak kelihatan) ataupun yang lahir (kelihatan). 

Dengan demikian ibadah mempunyai arti yang luas seluas kehidupan manusia itu sendiri. Akan tetapi ada batasannya, yakni dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Ibadah Mahdloh dan Ibadah Ghoiru Mahdloh. 

Ibadah Mahdloh adalah ibadah yang sudáh ditentukan syariat, cara dan waktu pelaksanaannya oleh Allah SWT. 

Ibadah Ghoiru Mahdloh adalah ibadah yang tidak ditentukan cara-cara pelaksanaannya oleh Allah SWT. 

Oleh karena itu ibadah tidak hanya shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi datang ke kantor, berdagang, dsb. Sebab mencari nafkah itu tidak hanya diridhoi oleh Allah tetapi justru diperintalikan-Nya. 

Syarat amalan dinilai sebagai ibadah adalah harus diniatkan kepada Allah dan dikerjakan dengan baik dan benar. 

Peranan niat sangat penting dalam pelaksanaan ibadah, sehingga ketika sampai di Madinah Nabi bersabda “Sesungguhnya amal perbuatan manusia itu tergantung niatnya dan apa yang diperoleh seseorang itu sesual dengan niatnya”. (Hadis). 

Sebenarnya setiap hari kita selalu mengikrarkan niat “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku han ya untuk-Mu Tuhan sekalian alam”. (Do’a Iftitah). 

Oleh karena itu Nabi menganjurkan setiap bangun pagi hendaklah selalu bersyukur “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami dan kematian kecil dan kepadaNya kelak kami akan kembali”. (Do’a bangun dan tidur). 

Hal ini merupakan peringatan bahwa kehidupan adalah untuk mengabdi (beribadah) kepada Allah SWT. 

Suatu amal ibadah kadang-kadang tidak untuk Allah semata melainkan untuk pujian orang lain. Oleh karena itu Nabi mengingatkan kepada kita “Suatu kecemasan yang paling aku takutkan adalah bila terjadi pada diri kamu adan ya syinik kecil” (Hadis). 

Misalnya pamer amal demi keuntungan pribadi. Nabi pernah menegaskan tentang pamer ibadah (riya’) dengan suatu contoh bahwa ada orang bangkit berdiri melaksanakan shalat dengan khusyuk, tapi hanya karena ingin dipuji orang. Ibadah seperti ini secara lahir (kelihatannya) memang ibadah tetapi nih atau nilainya tidak ada di hadapan Allah SWT. 

Di samping niat ada ketentuan lain agar amalan kita bemilai ibadah, yakni harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan benar. 

Islam tidak menghalalkan segala cara, membangun masjid misalnya akan hilang nilai ibadahnya manakala biaya yang dipergunakan untuk membangun masjid tersebut dan hasil yang tidak diridhoi oleh Allah, mencuri atau usaha usaha lain yang tidak halal. 

Ada dua aspek untuk melengkapi cara yang baik dan benar, yaitu aspek syar’i dan aspek non syar’i. 

Aspek syar’i adalah pelaksanaan syariat agama yang didasarkan atas perintah Allah dan Rasul-Nya. Pelaksanaannyapun sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Mii alnya seseorang yang akan mengerjakan shalat harus suci dari hadas. Maka agar suci dan hadas seseorang harus berwudlu atau mandi janabah. 

Ketentuan tersebut terdapat dalam Al-Qur’an:



Artinya: 

“Hai orang-o rang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampal dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah”. (Al-Maidah ayat 6). 

Seseorang yang melaksanakan ibadah tanpa adanya perintah dan Allah atau Rasul-Nya maka termasuk “Bid’ah” yaitu membuat hukum (peraturan) baru di dalam Islam. Hal ini dilarang dalam Islam, sebab Islam sejak semula sudah sempurna,. sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur ‘an: 




Artinya: 
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu”. (Al-Maidah ayat 3). 

Setiap tambahan ajaran atau peraturan agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah dalam urusan syariat agama adalah sesat. 

Kemudian aspek non syar’i (hal-hal yang tidak diatur oleh agama), maka kaidahnya adalah: “Dalam urusan agama atau umsan duniawi semua pada umumnya diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarang atau menghanamkannya”. Oleh karena itu selama tidak ada larangan dalam Al-Qur’an atau Hadits Nabi, maka sesuatu itu diperbolehkan. 

Kebolehan melaksanakan sesuatu itu dalam Islam disebut “Mubah”. Mubah itu ada dua, yaitu mubah yang berarti “Sunnah”, yakni mempunyai nilai kebaikan dan disenangi Allah. Kemudian mubah yang berarti “Makruh”, yakni tidak dirdhoi oleh Allah tetapi tidak sampai kepada tingkat larangan. 

Para Ulama kemudian menyimpulkan hukum makruh ini, yaitu : Siapa yang bisa menghindarkan hukum makruh maka orang itu diberi pahala, tetapi siapa yang mengerjakan tidak berdosa.

Amalan ukhrawi (agama) bisa menjadi amalan dunia belaka karena salah niatnya. Begitu juga amalan duniawi akan dinilai sebagai ibadah karena niat yang benar. 

Khutbah Jumat Misi Hidup Manusia

Demikianlah khutbah jumat yang dapat kami sampaikan, semoga contoh khutbah jumat yang telah kami tuliskan bisa bermanfaat bagi Anda yang membutuhkannya. Apabila ada kesalahan mohon dikoreksi. Terimakasih

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Khutbah Jumat Misi Hidup Manusia