Khutbah Jumat - Iman Dan Amal Soleh Nikmat Yang Kekal


Artinya: 
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pem berian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Maidah 54). 

Nikmat itu sifatnya sementara, suatu saat pasti akan kita tinggalkan. Oleh karena itu carilah nikmat yang kekal abadi. Sungguh banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, antara lain nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat jabatan, nikmat anak, dsb. Sudah sepantasnya kita mensyukurinya, paling tidak dengan ucapan alhamdulillahi Rabbil-’aalamiin. 

Hakekat syukur yang sebenarnya adalah menggunakan nikmat itu sebagaimana mestinya. Karena sifatnya sementara, suatu saat nikmat itu akan kita tinggalkan mau atau tidak mau. Kalau nikmat itu akan kita tinggalkan, lalu apa yang akan kita bawa ketika kita meninggalkan dunia yang fana ini. 

Kalau kita berani bertemu dengan nikmat, maka kita pun harus siap untuk berpisah dengan nikmat itu. Kalau tidak siap berpisah dengan nikmat, maka seharusnya tidak usah bertemu nikmat. 

Sama halnya dengan beristri, jika takut untuk berpisah sama istri, jangan melakukan pernikahan. Karena suatu saat pasti kita akan tinggalkan istri, atau justru istri yang lebih dulu meninggallcan kita. Nikmat yang kekal abadi, yang selalu taat dan ikut mendampingi kita sampai ketika kita menghadap Yang Maha Kuasa, adalah : Nikmat Iman, Islam dan Amal Saleh. Istri, anak, sanak kerabat, harta, jabatan dan kenikmatan lamnya tidak akan setia menyertai kita. Paling-paling kesetiaannya hanya sampai mengantarkan ke kubur. Oleh karena itu jangan sampai kita tergoyahkan oleh ucapan dan bujukan yang sengaja mempengaruhi Iman kita. Orang-orang komunis pernah mengajukan pertanyaan kepada orang-orang Islam, kapan engkau melihat (menyaksikan) Tuhan, padahal engkau selalu berjanji “aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Muhammad utusan Allah”. Jangan goyah hanya dengan pertanyaan seperti itu. 

Menyaksikan itu tidak hanya dengan mata. Mata memang mempunyai kelebihan, tetapi masih banyak kekurangannya. Adapun sesuatu itu tidak selalu terlihat oleh mata. Kita yakin bahwa nyawa itu ada, bahkan selalu menempel di badan kita, tetapi mata kita tidak pernah melihatnya. Udara, angin pun ada tapi tidak pernah terlihat oleh mata. Itulah keterbatasan penglihatan mata. Dengan demikian dapat kita jawab pertanyaan orang komunis, bahwa melihat (menyaksikan) Tuhan itu tidak melalui penglihatan mata. Itulah petunjuk Allah, manusia yang mau mengikuti petunjuk dia akan selamat dan sebaliknya, kalau dia tidak mengikuti petunjuk, maka akan celaka. Suatu contoh adanya rambu-rambu lalu lintas bertujuan untuk mengatur pemakai jalan agar tidak terjadi kecelakaan. Seseorang yang tidak mematuhinya suatu saat pasti mengalami musibah, apakah ditangkap polisi atau justru bertabrakan. Tetapi manusia kadang-kadang tidak menerima petunjuk atas dirinya. 

Macam-macam petunjuk : Pertama, petunjuk natural (insting) yaitu suatu kelaziman atau kebiasaan. Seorang bayi misalnya tidak usah diberi tahu ibunya dia akan menetek sendiri pada ibunya. lnilah yang disebut dengan hidayatul fitrah (hidayatul wujdan). 

Kedua, petunjuk panca indra. Lima indra, mata telinga, hidung, lidah dan kulit ini sangat berperan dalam hidup dan kehidupan ini. 

Ketiga, petunjuk akal. Dengan akal kita mampu mempertimbangkan gerakan indra kita. Dengan akal pula teknologi canggih mampu diraih. Akal tetapi kadang-kadang manusia terlalu mengandalkan akalnya, sehingga lupa bahwa masih ada yang lebih tinggi dan akal, yakni yang menciptakan akal itu. Segala sesuatu hanya dipertimbangkan dengan akalnya, dan akhirnya diperbudak oleh akal. Kehebatan akal itu terbatas. Banyak hal yang tidak terjangkau oleh daya akal, ruh misalnya, bagaimana ruh itu ketika keluar dan jasad manusia ketika ajal tiba. 

Keempat, petunjuk agama. Agama memberikan petunjuk agar selamat di dunia dan akhirat. Karena manusia tidak selesai masalahnya ketika dia mati. Akan tetapi ada pengadilan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di dunia. 

Kebangkitan manusia setelah mati akan terbukti, sebagaimana Allah tegaskan dalam surat Yasin ayat 52 :

Artinya: 
“Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dan tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dii anjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-Rasul-Nya”. (Yasin 52). 

Di dalam kubur manusia sudah merasakan buah dan perbuatannya ketika di dunia. Mendapat kenikmatan atau justru akan disiksa di dalam kubur itu sangat tergantung dan amal perbuatannya. Jika manusia taat beribadah, sujud kepada Allah, beriman dan beramal saleh, maka di dalam kubur mendapatkan kenikmatan, dan sebaliknya kalau manusia yang tidak beriman dan beramal saleh, tidak taat dan tidak sujud kepada-Nya, maka siksaanlah yang dthadapinya. 

Petunjuk agamalah yang menyelamatkan kita dan kesesatan. Tetapi berpegangteguh terhadap agama itu bagaikan memegang api, dilepaskan api akan mati, padahal kita butuh api, tetapi api itu bertambah panas digenggam kita. Semoga taufik dan hidayah Allah senantiasa menyertai kita.

Khutbah Jumat - Iman Dan Amal Soleh Nikmat Yang Kekal


Demikianlah artikel kami mengenai Khutbah Jumat - Iman Dan Amal Soleh Nikmat Yang KekalSemoga bermanfaat, mohon untuk dikoreksi apabila tulisan kami diatas terdapat kesalahan. Sekian Khutbah Jumat - Iman Dan Amal Soleh Nikmat Yang Kekal.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Khutbah Jumat - Iman Dan Amal Soleh Nikmat Yang Kekal